Dengan menggunakan perahu, mereka akhirnya berhenti di daerah yang sekarang dikenal sebagai Kecamatan Pahandut. Lokasi tanah dikenal cukup subur, kaya ikan dan sebagainya yang mengubah kehidupan Bayuh dan Kambang.
Berita itu dengan cepat menyebar di Lewu Rawi, menyebabkan banyak penduduk desa mengikuti langkah pasangan itu. Singkatnya, desa menjadi ramai dan dikenal sebagai Desa Dukuh Bayuh. Lalu Bayuh menjadi kepala desa.
Selanjutnya, di desa itu seorang lelaki dengan anak bernama Handut dikenal cukup kuat. Berkat kemampuan supernatural yang dapat menyembuhkan orang sakit, banyak penduduk desa meminta bantuan kepadanya.
Menurut adat Dayak Ngaju yang menganut Teknonimi, yaitu memberi nama kepada ayah atau ibu berdasarkan nama anaknya, maka sosok Desa Dukuh Bayuh akrab disapa Bapak Handut atau Pa Handut. Setelah dia meninggal, sebagai bentuk penghormatan, penduduk desa kemudian mengubah nama desa menjadi Pahandut.
Catatan kisah ini ditemukan di arsip pemerintah Hindia Belanda dalam laporan oleh Zacharias Hartman, seorang pejabat Hindia Belanda yang melakukan perjalanan di sepanjang Sungai Kahayan, pada Oktober 1823. Keberadaan Desa Pahandut juga terdaftar pada peta yang dibuat oleh Jerman misionaris.
Pertemuan Tumbang Anoi
Sementara itu, dari risalah pertemuan damai di Tumbang Anoi pada tahun 1894 disebutkan di Kampung Pahandut bahwa ada delapan rumah betang. Ini berarti bahwa sebagai sebuah desa, Pahandut pada tahun 1800-an cukup ramai untuk ukuran desa di pedalaman Kalimantan.Tujuh tahun setelah kemerdekaan Indonesia, ada gerakan masyarakat di Kapuas, Barito dan Kotawaringin untuk membentuk provinsi administratif Kalimantan Tengah. Permintaan terus melonjak dan disampaikan kepada pemerintah daerah Kalimantan dan pemerintah pusat di Jakarta.
Setelah melalui proses dramatis dan perlawanan fisik yang dikenal sebagai Gerakan Mandau Telawang Pantjasila Sakti (GMTPS) dan dukungan diplomasi politis dalam bentuk Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, akhirnya pada tanggal 10 Desember 1956, Ketua Koordinasi Keamanan Kalimantan RTA Milono mengumumkan pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah.
Setelah melalui proses dramatis dan perlawanan fisik yang dikenal sebagai Gerakan Mandau Telawang Pantjasila Sakti (GMTPS) dan dukungan diplomasi politis dalam bentuk Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, akhirnya pada tanggal 10 Desember 1956, Ketua Koordinasi Keamanan Kalimantan RTA Milono mengumumkan pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah.
Menentukan Posisi
Lalu pada tanggal 23 Januari 1957 dibentuk sebuah panitia untuk menentukan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah dengan Mahir Mahar sebagai ketua, anggota Tjilik Riwut, G Obos, E Kamis, C Mihing, kemudian penasihat ahli R Moenasier dan IR DAW van Der Pijl. Hasil pertemuan tersebut lalu ditentukanlah posisi di sekitar Desa Pahandut dan Bukit Jekan dan sekitar Tangkiling untuk calon ibu kota Kalimantan Tengah
Tokoh Kalimantan Tengah Sabran Achmad memperkuat kisah sejarah itu. Pada tahun 1956 Kongres Rakyat Kalimantan Tengah I diadakan di Banjarmasin, di Gedung Tjong Hua Tjong Hoi di Jalan Prince Samudra selama tiga hari.
Kemudian ia melanjutkan, pada tanggal 23 Mei 1957, Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 keluar tentang Pengesahan Berdirinya Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah. Kemudian pada tanggal 17 Juli 1957, ditancapkan tiang pertama Provinsi Kalimantan Tengah oleh Presiden Soekarno di lokasi yang sekarang disebut Tugu Soekarno di Jalan S Parman kota cantik Palangka Raya.
Itulah cerita dibalik sejarah kota Palangka Raya, semoga bermanfaat.
Itulah cerita dibalik sejarah kota Palangka Raya, semoga bermanfaat.
0 comments
Posting Komentar